Monday, January 31, 2011

Major László Almásy (1895-1951), Indiana Jones Hungaria Yang Kehidupannya Kemudian Menjadi Inspirasi Film "The English Patient"!

László Almásy selalu dikenal sebagai seorang penjelajah dan petualang gurun yang tangguh. Tak pernah diketahui dia terlibat aktif dalam peperangan, meskipun mempunyai pangkat kemiliteran Jerman... Tapi tidak sampai foto ini ditemukan. Disini terlihat Almásy mengenakan seragam tropis Luftwaffe dan berdiri di depan sebuah plang nama bertulisan Arab dan Inggris. Katanya sih plang ini adanya di El-Alamein, yang nantinya menjadi penentu kekalahan pihak Axis di Afrika Utara


Cuplikan berita di koran "Daily Mails" terbitan 3 September 1932 yang memberitakan tentang kematian penjelajah yang juga bangsawan Inggris terkemuka, Sir Robert Clayton. Tragisnya, istrinya pun menyusul ke alam baka setahun kemudian karena kecelakaan pesawat yang misterius


László Almásy (duduk di tengah) dalam salah satu penjelajahan yang dilakukannya di gurun pasir Afrika


Patung setengah badan László Almásy di Musium Geografi Hungaria yang terletak di Érd. Patung ini dibuat oleh Béla Domonkos pada tahun 1995, sementara foto ini sendiri diambil tanggal 11 November 2005 oleh Léphaft Áron


Oleh : Alif Rafik Khan

László Ede Almásy de Zsadány et Törökszentmiklós adalah aristokrat, petualang, pemerhati sepeda motor, peneliti gurun, penerbang, pelacak dan prajurit Hungaria yang kisah kehidupannya kemudian menjadi dasar dari tokoh protagonis dalam novel keluaran tahun 1992 karya Michael Ondaatje berjudul The English Patient, dan juga film peraih oscar berjudul sama.

Almásy dilahirkan di Borostyánkő, Austro-Hungaria (sekarang bernama Bernstein im Burgenland di Austria) dari keluarga bangsawan terkemuka Hungaria. Ayahnya adalah seorang ahli ilmu hewan dan etnografi bernama György Almásy. Dari tahun 1911 sampai dengan 1914, Almásy muda mendapat pendidikan di sekolah Berrow yang terletak di sebuah rumah pribadi di Eastborne, Inggris, dimana dia diajar oleh Daniel Wheeler.

Selama berlangsungnya Perang Dunia I, Almásy mengabdi di pasukan udara kerajaan dan kekaisaran Austro-Hungaria.

Setelah perang usai, dia kembali ke Inggris untuk melanjutkan pendidikannya di Eastbourne Technical Institute. Dari bulan November 1921 sampai dengan Juni 1922 dia tinggal di alamat yang sama di Eastbourne, dimana dia merupakan salah satu pendiri dari Eastbourne Flying Club.

Almásy melanjutkan perjuangannya mendukung Raja Karl yang terbuang dari Austria selama masa-masa antar dua perang dunia. Dalam dua kesempatan bahkan Almásy ikut bersama-sama Karl ke Budapest, Hungaria, dimana sang raja di pengasingan tersebut berusaha untuk meraih mahkotanya kembali. Disinilah kemungkinan sang raja yang merasa berhutang budi telah menganugerahi gelar Count kepada Almásy walaupun tidak secara resmi (Almásy pun hanya menggunakan gelarnya di luar Hungaria demi menghindari kontroversi di negaranya sendiri).

Setelah tahun 1921, dia bekerja sebagai perwakilan perusahaan pembuat mobil Austria, Steyr Automobile, di Szombathely (Hungaria). Almásy juga sekaligus berprofesi ganda sebagai pembalap bagi perusahaannya dalam kompetisi-kompetisi balap mobil. Seakan masih belum cukup, dia juga mengorganisasi perjalanan berburu di Mesir bagi turis-turis Eropa yang datang berkunjung.

Pada tahun 1926, dalam perjalanan dari Mesir ke Sudan sepanjang sungai Nil, Almásy menjadi terpesona akan keindahan dan keliaran wilayah tersebut. Dia lalu kembali untuk menikmati petualangan dengan bermobil dan berburu hewan-hewan yang ada disana. Sebagai seorang petualang sejati, Almásy mampu mendemonstrasikan ketahanan kendaraan Steyr dalam kondisi gurun yang tidak bersahabat di tahun 1929 dengan hanya bermodalkan dua buah truk Steyr, sekaligus memimpin ekspedisi pertama ke daerah padang pasir gersang tersebut.

Pada tahun 1932 Almásy kembali menjelajahi gurun dalam misi mencari Zerzura yang legendaris, yang dijuluki sebagai "Oasis Burung-Burung". Bersamanya ikut tiga orang Inggris, Sir Robert Clayton, pemimpin skuadron H.W.G.J. Penderel dan Patrick Clayton. Mereka semua didanai oleh Pangeran kemal el Din, dan ekspedisi tersebut digarap dengan begitu seriusnya karena dilengkapi oleh kendaraan bermotor dan pesawat terbang. Para anggota ekspedisi membuat katalog situs-situs batu seni pra-sejarah, termasuk Gua Perenang di Uweinat dan Gilf Kebir. Tempat ini telah lama diketahui oleh suku-suku Badui pengembara setempat, yang menghindari untuk masuk lebih jauh ke dalamnya tapi kadang datang untuk menyimpan ternaknya. Pada tahun 1933 Almásy mengklaim bahwa dia telah menemukan lembah Zerzura ketiga di Wadi Talh.

Kini Almásy telah berubah dari seorang peneliti otodidak menjadi penjelajah yang berpengalaman. Dia bahkan diberi julukan sebagai Abu Ramla (Bapak Pasir) oleh kawan-kawan Baduynya! Sayangnya, pertengahan tahun 1930-an juga menandai mulai berakhirnya era penelitian dan penjelajahan gurun.

Pada tahun 1932, mantan donatur Almásy yang bernama Clayton meninggal dunia. Dia berpulang bukan karena kecelakaan pesawat seperti yang digambarkan di film "The English Patient", melainkan karena infeksi dari lalat gurun yang didapatnya di wilayah Gilf Kebir. Misteriusnya, janda Clayton meninggal setahun kemudian (1933) dalam kecelakaan pesawat terbang yang penyebabnya masih belum diketahui sampai sekarang!

Pada tahun 1934 atau 1935, Almásy dan rekan sejawatnya, Hansjoachim von der Esch, tercatat dalam sejarah sebagai orang Eropa pertama yang menjalin kontak dengan suku Magyarab, yang berbahasa Arab tapi dipercaya sebagai leluhur wanita-wanita Nubia dan prajurit Hungaria yang mengabdi di angkatan bersenjata Turki Usmani pada abad ke-16.

Almásy mencatat beberapa petualangannya dalam sebuah buku yang kemudian diterbitkan tahun 1934 di Budapest dengan judul Az ismeretlen Szahara (Sahara Yang Tak Diketahui). versi bahasa Inggrisnya dikasih nama The Unknown Sahara, sementara versi Jermannya Unbekannte Sahara. Mit Flugzeug und Auto in der Libyschen Wüste (Sahara Yang Tak Diketahui. Dengan Pesawat Terbang dan Mobil Di Gurun Libya) diterbitkan lima tahun kemudian (1939) oleh Brockhaus di Leipzig. Buku tersebut berisi penemuan-penemuannya yang paling sensasional, seperti misalnya Jebel Uweinat (gunung tertinggi di gurun Sahara Timur), juga lukisan batu di Gilf Kebir dan oasis Zerzura yang hilang.

Sebenarnyalah, peran Almásy dalam hal penemuan di Gilf Kebir bukanlah sebagai orang yang menemukannya. Orang-orang Baduy telah lama mengetahui gua tersebut, dan menganggap bahwa lukisan-lukisan yang ada disana sebagai hasil buah tangan jin atau roh-roh halus! Pangeran Mesir Kemal ed Din lalu menulis artikel tentang Gilf Kebir untuk majalah National Geographic pada tahun 1921. Yang Almásy lakukan hanyalah membuat peta, memasuki setiap gua dan menggambar ulang lukisan-lukisan yang terdapat di dalamnya.

Pada tahun 1935 Almásy telah berjasa menyediakan data-data intelijen bagi Marsekal Italia Italo Balbo berkaitan dengan kemungkinan gerak maju ke Mesir dan Sudan melalui wilayah Afrika Utara yang dikuasai Italia (Africa Settentrionale Italiana, atau ASI). Hal ini dilakukannya selama berlangsungnya krisis Ethiopia dan Balbo saat itu menjabat sebagai Gubernur Jenderal ASI.

Dalam tahun-tahun selanjutnya, Almásy memimpin begitu banyak ekspedisi arkeologis dan etnografis bersama ahli etnografi Jerman terkemuka Leo Frobenius. Dia juga bekerja di lapangan udara Al Maza di Mesir sebagai instruktur penerbangan.

Ketika Perang Dunia II pecah pada tahun 1939, Almásy mau tidak mau harus kembali ke negaranya. Pihak Inggris mencurigai kalau dia adalah seorang mata-mata Italia - dan vice versa (begitu juga sebaliknya). Pada kenyataannya, dia hanyalah seorang warga negara Hungaria yang akan bekerja untuk pihak kolonial mana saja yang mampu memberinya kontrak survey terbesar dan terbaik. Setahun kemudian, tepatnya tanggal 20 November 1940, Hungaria secara formal bergabung dengan pihak Axis setelah menandatangani Tripartite Pact.

Dinas Intelijen Militer Jerman (Abwehr) lalu merekrut Almásy di Budapest. Sebagai seorang mantan perwira cadangan Hungaria, dia lalu dialihtugaskan ke Angkatan Udara Jerman (Luftwaffe) dengan pangkat Kapten (Hauptmann) dan lalu diterjunkan bersama Deutsche Afrikakorps di medan perang Afrika Utara. Pada tahun 1941 dan 1942 dia menggunakan segenap kemampuan padang pasirnya untuk membantu Erwin Rommel dalam mewujudkan mimpinya menguasai Mesir. Selama berlangsungnya "Operasi Salaam", Almásy bertugas untuk menyelundupkan dua orang mata-mata Jerman jauh melintasi garis pertahanan musuh (dalam pola yang sama yang dilakukan oleh Long Range Desert Group milik Sekutu). "Operasi Salaam" ini sendiri bukanlah sebuah operasi komando atau operasi rahasia, karena Almásy dan timnya memakai seragam militer Jerman resmi. Mereka juga menggunakan kendaraan-kendaraan buatan Amerika dan sebuah truk dengan lambang Balkenkreuz (Salib simbol militer Jerman) yang secara diam-diam dimasukkan sebagai bagian dari pola kamuflase kendaraan tersebut. Almásy berhasil melaksanakan misinya dan kedua mata-mata Abwehr tersebut, Johannes Eppler dan operator radionya Hans-Gerd Sandstede, sukses masuk ke Kairo. Tentu saja prestasi ini pantas diberi imbalan, dan Rommel pun langsung menaikkan pangkat Almásy menjadi Major sekaligus menganugerahinya dengan Eisernes Kreuz (Salib baja).

Di akhir tahun 1944, Almásy terlibat dalam "Operasi Dora". Sekarang Hilangkan pikiran mesum anda dari film "Dora The Explorer", karena ini sebenarnya adalah operasi intelijen berbasis di Yunani dengan tujuan untuk menyiapkan sebuah pangkalan di sebuah landasan udara bekas Italia yang terbengkalai di gurun pasir Libya. Pangkalan tersebut rencananya akan digunakan untuk tempat infiltrasi agen-agen Jerman ke Afrika Utara demi membuat sebuah "pos pendengar". Bahkan di akhir perang dimana kekuatan Sekutu sudah merajalela, Almásy tetap membuktikan ketangguhan gurunnya yang tiada dua, dan operasi ini pun nyaris berhasil.

Setelah kampanye di Afrika Utara berakhir, Almásy dipindahtugaskan ke Turki dimana dia terlibat dalam rencana untuk mengobarkan pemberontakan di Mesir yang tidak pernah terealisasi. Dia lalu kembali ke Budapest. Disinilah, dengan bantuan kontaknya di Gereja Katolik Roma, dia mampu menyelamatkan nyawa beberapa keluarga Yahudi dari tangkapan pihak pendudukan Nazi.

Setelah perang usai, dia ditangkap di Hungaria dan dimasukkan ke penjara Soviet. Setelah pihak komunis menguasai Hungaria, Almásy diajukan ke Pengadilan Rakyat Komunis dan didakwa sebagai pengkhianat. Tapi kemudian Almásy mampu lolos dari tuduhan yang ditujukan kepadanya dan dibebaskan. Dia memutuskan untuk keluar dari negaranya, dan usahanya ini berhasil setelah mendapatkan pertolongan berulang kali dari intelijen Inggris yang dilaporkan telah menyogok para pejabat komunis Hungaria demi mengusahakan pembebasannya. Uang sogokan itu sendiri ternyata dibayar oleh Alaeddin Moukhtar, sepupu Raja Farouk dari Mesir.

Setelah bebas, pihak Inggris lalu memasukkannya ke Austria yang saat itu dikuasai Inggris dengan menggunakan paspor palsu bernama Josef Grossman. Dia dikawal oleh agen M16 bernama Ronnie Waring, yang nantinya dikenal sebagai Duke of Valderano. Pihak Soviet yang kebakaran jenggot karena mengetahui tahanannya yang berharga telah melarikan diri lalu membentuk "tim pembersih" yang anggota-anggotanya diambil dari KGB (Komityet Gosudarstvennoy Bezopasnosty atau Komite Keamanan Negara). Mengetahui hal tersebut, Inggris buru-buru menempatkannya dalam pesawat terbang dengan tujuan Kairo, dimana kemudian Almásy bertemu dengan seorang agen M16 dan Moukhtar yang telah menolongnya.

Almásy kembali ke Inggris sekaligus atas undangan dari raja Farouk dan menjadi direktur teknis dari Desert Research Institute yang baru didirikan (yang kini bermarkas di Distrik Al-Matariyyah di Kairo).

Dalam kunjungan ke Austria tahun 1951, Almásy mendadak sakit. Dia kemudian meninggal karena disentri di sebuah rumah sakit di Salzburg tanggal 22 Maret 1951. Disini pula dia dikebumikan. Efitaf di batu nisannya, yang dipahat oleh para patriot Hungaria di tahun 1995, berbunyi: "Pilot, Saharaforscher und Entdecker der Oase Zarzura" (Pilot, Penjelajah Sahara, dan Penemu Oasis Zerzura).

Sisi lain dari Almásy
Dari awal dia adalah anggota dari gerakan Pramuka/kepanduan. Pada tahun 1921 dia menjadi Komisioner Internasional untuk Asosiasi kepanduan Hungaria. Bersama dengan Count Pál Teleki, dia ikut ambil bagian dalam mengorganisasi Jambore Pandu Dunia ke-4 di Gödöllő, Hungaria, dimana Almásy kemudian mempersembahkan unit Pandu Udara kepada Robert Baden-Powell tanggal 9 Agustus 1933.

Sebuah tulisan karya Almásy yang ditemukan pada tahun 2010 di jerman kemudian menyingkap sebuah fakta mengejutkan: Tidak seperti yang digambarkan dalam karakter fiksi di film The English Patient, Almásy sebenarnya adalah seorang homoseksual alias gay alias maho alias maju kena mundur kena alias AC/DC alias depan bisa belakang bisa alias penggemar bo'ol! Kekasihnya adalah seorang perwira muda Wehrmacht Jerman bernama Hans Entholt yang kemudian menemui ajalnya setelah menginjak ranjau darat. Seorang anggota staff dari Heinrich Barth Institute for African Studies (dimana surat tersebut berasal) juga mengkonfirmasikan bahwa "para pangeran Mesir adalah salah satu di antara kekasih-kekasih Almásy"! Surat tersebut juga mengkonfirmasi bahwa László Almásy meninggal akibat disentri amuba tahun 1951.


Sumber :
www.en.wikipedia.org
www.matroski.blogspot.com



Friday, January 28, 2011

Maskapai Penerbangan Jerman Lufthansa Pada Masa Pra Perang Dunia II

Ha 139 di atas Flores, Azores, tahun 1937


Ha 139 di atas New York


Ha 139 mendarat di perairan New York (1937)


Ada yang pernah melihat lambang ini? Tampaknya sebuah gambar yang dicat di badan pesawat bersayap ganda (biplane). Tak ada tanggal di belakang fotonya, hanya tulisan "Abzeichen eines Flugzeuges einer Bayerischen Fliegerabteilung" (Lencana dari sebuah pesawat yang berasal dari unit Bavaria)


Fokker-Grulich F.II D-767 'Ruhr' (w/n 1589). Pesawat ini mulai bertugas di Deutche Lufthansa bulan Januari 1926. Di foto atas tampak dia sedang menyebarkan insektisida


Junkers G 24 D-949 'Dyonysos' (w/n 917). Pesawat ini mulai bertugas di Deutche Lufthansa tahun 1920-an. Dia diregister ulang sebagai D-ANIK tahun 1934


Perawatan harian sebuah Junkers Ju 52/3m


Jumo schwerölmotor (mesin diesel) sedang dipasangkan ke sebuah Junkers Ju 52/3m. Ini kemungkinan merupakan eksperimen belaka, karena biasanya pesawat jenis ini bermesin radial Hornet BMW


Perawatan salah satu dari empat mesin Junkers G 38. Kemungkinan besar foto ini diambil di Tempelhof di awal tahun 1930-an


Dornier Do 26 D-AGNT 'Seeadler' (Elang Laut), sebuah pesawat apung yang indah dengan empat buah mesin diesel Jumo 205 - dua menghadap ke depan dan dua lagi ke belakang. Mesin belakang dapat dimiringkan sampai dengan 10° demi mencegah propeler kemasukan air saat tinggal landas. Enam buah pesawat jenis ini dibangun pada tahun 1938, dan kesemuanya nantinya digunakan oleh Luftwaffe di medan fjords Norwegia selama berlangsungnya Perang Dunia II. D-AGNT sendiri (yang dikenal dalam peran militernya sebagai P5+AH), kemudian ditembak jatuh oleh pesawat Hurricane Inggris dari 46 Squadron tanggal 28 Mei 1940



Dornier Do J II Wal D-AGAT 'Boreas' (w/n 298). Pesawat yang mulai bertugas tahun 1934 ini terlihat sedang bersama kapal suplai MS Schwabenland


Kapal depot (suplai) MS Westfalen


Foto udara salah satu rute tujuan Deutche Lufthansa di tahun 1930an: Friedrichshafen di Jerman (1933)


Foto udara salah satu rute tujuan Deutche Lufthansa di tahun 1930an: Schloss Teck di Jerman (1933)


Foto udara salah satu rute tujuan Deutche Lufthansa di tahun 1930an: Salzburg di Austria (bulan April 1938)


Foto udara salah satu rute tujuan Deutche Lufthansa di tahun 1930an: Duomo di Milano yang merupakan salah satu dari katedral-katedral terbesar di dunia. Mula pertama dibangun tahun 1380 dan pembangunannya baru selesai abad ke-19!


Foto udara salah satu rute tujuan Deutche Lufthansa di tahun 1930an: Peterskirche (Basilika St. Peter) di kota Vatikan. Kubah basilika ini dirancang oleh Michelangelo di awal tahun 1546


Foto udara salah satu rute tujuan Deutche Lufthansa di tahun 1930an: Piazza San Marco di Venesia


Heinkel He 111C D-ALIX 'Rostock' diparkir di sebelah kiri dari sebuah Junkers Ju 86, sekitar tahun 1936 atau awal 1937. He 111C D-AXAV 'Köln' terlihat terbang di angkasa, sementara Junkers Ju 160 D-UHIL 'Kreuzfuchs' dan sebuah Heinkel He 70 yang tak teridentifikasi tampak terparkir di latar belakang. 'Rostock' jatuh di bulan Maret 1937 saat berusaha mendarat di Zambia setelah terbang dari Las Palmas. 'Köln' sendiri ikut menyusul jatuh di Mannheim bulan November 1937


Heinkel He 111C-01 D-AQYF 'Leipzig', yang dioperasikan oleh Deutche Lufthansa dari tahun 1936 sampai dengan 1940


Heinkel He 111C-03 D-ABYE 'Königsberg', yang dioperasikan oleh Deutche Lufthansa dari tahun 1936 sampai dengan 1940


Junkers Ju 90 D-ASND 'Mecklenburg' (w/n 006) buatan tahun 1939


Junkers Ju 90 D-ABDG 'Württemberg' (w/n 001) yang dibuat tahun 1939. Perhatikan simbol Balkenkreuz yang terpasang di badan pesawat!


Junkers Ju 90 D-AURE 'Bayern' (w/n 4915). Pesawat yang dibuat tahun 1938 ini kemudian hancur dalam serangan udara di Stuttgart bulan September 1944


Prototipe Junkers Ju 90 D-AALU 'Der Grosse Dessauer', yang pertama diperkenalkan tahun 1937. Prototipe ini ditenagai oleh empat buah mesin Daimler-Benz DB 600A dan liquid-cooled inverted V12. Pesawat model selanjutnya kemudian menggunakan Radial BMW, terutama BMW 132H


Junkers Ju 90 tipe produksi mampu membawa 40 penumpang dan dilengkapi dengan jembatan built-in yang mampu memuat bawaan


Nachflug alias terbang malam. Indah banget fotonya!


Foto lain yang tak kalah indahnya: Sebuah pesawat Heinkel He 111C di musim dingin


Pemandangan Mont Blanc


Hanggar Tempelhof di waktu malam. Pesawatnya sendiri adalah Messerschmitt M20 D-2341 Harz (w/n 546), yang mulai bertugas tahun 1932. Pesawat tersebut kemudian diregister ulang sebagai D-UKIP, sebelum dijual ke VARIG sebagai PP-VAK di tahun 1937


Skema penerangan malam Tempelhof
Rote ansteuerungs-lichter = Mercu suar merah
Neonröhren zur bezeichnung d. grenzen = Tabung neon penanda batas
beleuchtung des hallenvorfeldes = Penerangan depan
windrichtungsanzeiger = Mistar angin
scheinwerfer = Mercu suar putar?
landebeleuchtung - sturmlaternen = Lampu pendaratan


Sama sekali tak ada keterangan tentang foto yang unik ini, hanya ada kata "Indian Sioux" di baliknya, dan sebagian besar kata lainnya sulit dimengerti karena dibuat dengan jenis tulisan bersambung zaman dulu yang amit-amit buteknya (ini kata yang punya fotonya lho!)

Pesawat yang ditumpangi oleh sang kepala suku Sioux penggemar cerutu ini (perhatikan foto sebelumnya dimana si aki-aki bsrsalaman sambil memegang cerutu!) adalah Junkers F 13


Sebuah tim berburu bersiap-siap untuk menaiki pesawat Junkers G 24 D-1016 'Thor' (yang nantinya diregister ulang sebagai D-UMUR Österreich, fotonya ada di bagian bawah)


Dua ekor anak rusa Amerika Utara (moose) sedang dijaga di depan Junkers Ju 52/3m


Berlin Staaken, 10 Agustus 1938. Focke-Wulf Fw 200 Condor D-ACON lepas landas dari Staaken untuk menjalani penerbangan non-stop ke Floyd Bennett Field di New York. Penerbangan ini sekaligus menandai awal dari memudarnya pelayanan pesawat apung komersial, karena ia mendemonstrasikan semakin efektifnya pesawat udara landas-darat biasa untuk penggunaan jarak tempuh lebih jauh melintasi samudera


Interior dari Focke-Wulf Fw 200 Condor. Inilah saat dimana First Class memang benar-benar berarti 'First Class'!


Berlin, 13 Agustus 1938. Para kru Focke-Wulf Fw 200 Condor mendapat sambutan meriah sekembalinya dari penerbangan pemecah rekor ke New York dan balik lagi. Depan, dari kiri ke kanan: Operator radio Kober, insinyur penerbang Dierberg, Flugkapitän Alfred Henke dan Kapitän Rudolf von Moreau (lihat foto sebelumnya untuk gambar saat pesawat meninggalkan Berlin)


Blohm & Voss Ha 139 D-AMIE 'Nordmeer' (w/n 181) bersiap untuk lepas landas di Travemünde (pantai Baltik Jerman) untuk tujuan Lisbon, Portugal. Dua Ha 139s dan satu Ha 139b telah dibuat untuk melayani rute Atlantik Utara Deutche Lufthansa antara Horta dan New York, yang dimulai dari tahun 1937. Kapal depot MS Schwabenland dan MS Friesenland ditugaskan masing-masing di kedua ujung rute tersebut untuk menyediakan tempat "peluncuran ketapel" bagi sang pesawat, yang berguna saat tinggal landas dengan beban penuh. Penerbangan melalui Atlantik Utara itu sendiri berlanjut sampai dengan tahun 1938. Tahun berikutnya Ha 139 digunakan di Atlantik selatan. Dengan berat total 38.690 lbs MTOW saat menggunakan catapult/ketapel, Ha 139 merupakan pesawat apung terbesar yang pernah dibuat saat itu, hampir sebesar pesawat amfibi Empire kelas C!


Ha 139B D-ASTA 'Nordstern' (w/n 217), pesawat Ha 139 ketiga yang dibuat dan sedikit lebih berat dibanding pendahulunya, sedang tinggal landas dari ketapel MS Schwabenland (sekitar tahun 1938)


Flugkapitän Graf Schack menerbangkan 'Nordmeer' di atas Portugal


Flugkapitän Graf Schack sedang menentukan posisi 'Nordmeer' di atas Atlantik Utara


Panel flugmaschinisten (insinyur penerbang) dari Ha 139


Foto selayang pandang kompartemen pilot di Ha 139 'Nordmeer'. Operator radio Kuppers (kiri) dan insinyur penerbang Gruschwitz (kanan) telah berada di posisi tugas mereka masing-masing


Tentu saja namanya mesin pasti butuh perawatan, termasuk salah satu dari empat mesin diesel 600hp Jumo 205C dari pesawat Ha 139 ini


Berlin Tempelhof, 3 Juli 1931. Di latar belakang adalah pesawat Junkers G 38 D-2000 'Deutschland' (w/n 3301). Dia baru saja bertugas perdana dua hari sebelumnya (menempuh rute Berlin-Hanover-Amsterdam-London), jadi wajar saja kalau banyak orang yang berkerumun penasaran ingin melihatnya! Pesawat ini sendiri kemudian diregister ulang sebagai D-AZUR tahun 1934, dan jatuh saat sedang menjalani tes penerbangan di Dessau tahun 1936. G 38 sisanya (cuma ada dua pesawat jenis ini yang dibuat!) dimasukkan ke Luftwaffe selama berlangsungnya Perang Dunia II, dan kemudian hancur dalam serangan udara di Athena


Makan malam di kabin Junkers G 38 yang lapang dan ekslusif. Hanya dua pesawat jenis ini yang dibuat. G 38 bermesin empat mampu memuat sampai 26 penumpang di kabin utama, dengan kursi tambahan untuk dua orang di bagian hidung dan enam orang di bagian sayap. Jendela-jendela yang terletak di ujung mempu membuat penumpang yang duduk di bagian kabin sayap mempunyai pandangan ke depan yang tak terhalang. Perhatikan foto di dinding! Dia adalah Paul von Hindenburg, pemimpin Jerman sebelum Hitler. Dari situ kita bisa tahu bahwa foto ini dibuat sebelum tahun 1934 atau setidaknya awal-awal tahun tersebut. Dan satu lagi, bapak-bapak yang duduk paling kanan mirip benar sama Friedrich Fromm, Generaloberst oportunis yang berkomplot sama Stauffenberg untuk menggulingkan Hitler tapi kemudian berbalik arah!


Pesawat apung Dornier Do 18D-1 D-ARUN 'Zephir' (w/n 663) dan kru berfoto bersama tak lama setelah penerbangan pos pertama lintas Atlantik Utara ke New York di bulan September 1936. Dari kiri ke kanan: Insinyur penerbang Eger, Flugkapitän Graf Schack, Flugkapitän Blankenburg, dan operator radio Ehlberg. 'Zephir' pertama terbang tanggal 16 Juli 1936. Dia lalu dikirim ke DLH (Deutche Lufthansa) tanggal 25 Agustus 1936 dan ditarik dari tugas tahun 1939 karena kemudian ditransfer ke Luftwaffe


Dornier Do 26 di Friedrichshafen


Blohm & Voss Ha 139 di Swinemünde


Bangunan terminal antar-jemput di Flughafen Halle-Leipzig


Flughafen Hamburg sekitar tahun 1933


Junkers Ju 52/3m D-AJAO 'Robert Weinhard' di Flughafen Rhein-Main (Frankfurt)


Savoia-Marchetti S.M.75 milik maskapai penerbangan Hungaria "Malert" di Tempelhof. Maskapai ini menggunakan pesawat buatan Italia tersebut di akhir tahun 1930-an untuk melayani rute penerbangan Budapest ke Berlin dan kota-kota Eropa lainnya


Landasan Berlin Tempelhof akhir tahun 1930-an. Baris depan dari kiri ke kanan: Junkers Ju 160 D-UVOX Rotfuchs, Ju 160 D-UMEX Panther, dan Junkers G 24 D-UMUR Österreich. Baris kedua: Junkers G 24 D-URIS Essen, G 24 D-UPOP Bayern, dan Ju 52/3m D-AXOP (w/n J5189). Paling buncit: Junkers Ju 52/3m, Junkers W 33 ?


Sumber :
Foto koleksi pribadi WAYNE
www.mainescenery.proboards.com